Pengikut

Jumat, 23 Januari 2009


LYRIC PURE SATURDAY






Buka
Hai kawan masihkah kita ada di jalan yang sama
Setelah sekian lama
Seperti dulu kita bersama
Menempuh banyak cara dan rintangan
Kita tak sendiri...
Tiada pernah kita lupakan
Selalu terbuka
Selalu lepas tertawa
Banyak cerita dikisahkan
Telah kita dapatkan bersama
Kita tak sendiri...
Datanglah...
Kita 'kan s'lalu terbuka
Raihlah tangan terbuka
Kita tak sendiri...
Kita tak sendiri...
Terbuka...

Nyala
Percayalah terang akan datang
Di saat yang tidak terduga
Dan malaikat di atas bumi
Tersenyum lepas
Kupercaya pada semua
Saatnya akan tiba
Dan pada waktunya semua akan beterbangan
Kupercaya pada semua
Saatnya akan tiba
Dan pada waktunya semua akan beterbangan
Hembusan angin di sana
Dinginkan rasa kecewa
Dimanakah kita kan berpijak
Dan terus melangkah ke depan
Tanpa ada ingatan lama terbawa kembali
Hembusan angin di sana
Dinginkan rasa kecewa

Sajak Melawan Waktu
Kita t'lah berjalan semua tak berubah
Ku tak mengenalmu seperti yang lalu
Seperti yang lalu...
Entah kau berada ketika kupergi
Kurelakan semua ketika kau pergi
Kehampaan di dalam hati kita
Adalah kenyataan yang makin terasa
Di tiap pijak anak tangganya
Waktu terus bergerak laju seperti yang lalu
Kehampaan di dalam hati kita
Adalah kenyataan yang makin terasa
Di tiap pijak anak tangganya
Waktu terus bergerak laju seperti yang lalu
Relakan aku seperti aku relakan semua
Relakan semua...

Awan
Di atas tanah kita melangkah
Andai kita terbang jauh melayang
Kan kugapai semua tanpa pilihan lagi
Seindah liku-liku jalan yang terlalui
Yang terlewati
Tak kan mudah menghindar
Kita melawan waktu
Lewati hari
Biarlah ku tertidur
Biarlah ku tertidur
Di atas awan ku tertidur
(Hanya bersamamu ku kan tertidur)
Kan kugapai semua
Saat ini kan kugapai semua

Elora
Tiada lagi yang kuinginkan lebih dari yang kau berikan
Tak pernah berhenti sekan datang tanpa kuminta
Selalu ada saat kubutuhkan
Apa gerangan yang terlintas
Tataplah ke atas sinar yang terang
Tunjukan apa yang kita cari
Apa yang telah kuberikan
Terbawa angin dan menghilang
Biarkan saja menghilang
Lihat ke atas sinar yang terang

Mereka
Tinggalkan mereka di belakang kita
Ketika kau jatuh mungkin kan terasa
Adakah yang hilang satu yang tersisa
Jabat erat tanganku kini
Tinggalkan rasa serakah
Semua kan merubah warna dan hatinya
Selalulah tertawa

Adalah Jejak dan Arah
Sesaat kuikuti, kutundukkan kepalaku
Terdiam dan terduduk, mata yang terasa lelah
Apa yang kumiliki hari ini telah terlewati
Tak mungkin kita tinggalkan
Esok hari kan datang
Terlintas satu harapan keinginan untuk kembali
Apa yang akan terjadi bila ku harus menanti

Di Sana
T’lah kau coba meraih dengar bisikan
Letih raga terlepas dalam lamunan
Berdiri di sana, kau bawa dunia
Disana (jauh disana)
Kala kau raih samarnya impian
Berat kaki melangkah
Tak kan berubah
Seakan berharap, kau bawa dunia
Di sana (entah dimana?)
Saat damai kuraih hening pun hilang
Tajam mata memandang tak kan terpejam
Kan kau bawa harapan pada dunia
Simpan semua kenangan jauh di sana
Hingga tiba saatnya nanti
Menjadi satu
Menjadi nyata

Tutur Gelap / Saatnya Nanti
Terjebak satu impian
Yang selalu terngiang
Kuingin akhirnya nanti menjadi satu
Dan waktu akan kujelang
Biarkan mata terpejam
Sehingga akhirnya nanti menjadi satu
Kerasnya suara angin mengajak untuk bersama
Hingga tiba saat menjadi nyata
Dan waktu akan kujelang
Mentari bersinar terang
Dan mimpi pun usai
Berakhir sudah
Kerasnya suara angin
Mentari bersinar terang
Mengajakku untuk bersama
Hingga satnya...
Kuingin saatnya nanti semua menjadi satu
Hingga tiba saatnya semua menjadi nyata
Hingga tiba saatnya nanti
Menjadi satu
Menjadi nyata

Pulang
Jika kita bertanya dalam hati
Apa gerangan yang kita jalani
Adakah kita sadari
Tak semudah yang kita inginkan
Jika kita terbangun pagi hari
Apa yang kita pikirkan
Sempatkah kita berjalan
Terus dan terus berjalan
Tanpa ada waktu menoleh ke belakang
Akhirnya kita harus berfikir
Semua akan berakhir
Sebelum kita pulang ke rumah
Ada saat harus berhenti
Teruslah berjalan...

Phatetic Waltz

I don't know why we do it like this
Oh so strange...
Hangin' out everytime
To reach the end
You never know how
Anything will change
Feelin' guilty all the time
Useless by

Ooohh... no... no... no...
Ooohh... no... no... no...

I don't know
How we spent the time for more
I can't go
All the things surround me
Just like before
I've never been sure
And it's never been pure
Ooohh... no...
I am sinking so deep
In my frightened in sleep
Ooohh... no...
I don't know
How we spent the time for more

Ooohh... no... no... no...
Ooohh... no... no... no...
Ooohh... no... no... no...
Ooohh... no... no... no...


Labirin

Buta sudah rasa dimana
Telah lelah kita percaya
Pergi semua sakit sakit jauh dari sini
Pikir sihir membakar puas
Membakar puas...

Iblis perang hancurkan sedih
Tubuh lelah terkurung gelap
Habis sudah rasa kemanusiaan
Hilang lenyap terkubur umur
Terkubur umur...

Biarkanlah mereka
Rasakan kenikmatan

Adakah ini akan berakhir
Ataukah ini adalah akhirnya
Adakah ini akan berakhir
Ataukah ini adalah akhirnya
Adalah akhirnya...

Sirkus

Cerita tentang orang salah
Tak pernah ada yang mendengar
Yang didapat omelan dari yang menang

Di sanalah rumahku... sanggar dunia
Dengan pikiran sendiri
Untuk menentukan pilihan
Redakan api
Huuu... huuu... huuu...
Padamlah...

Susah jadi pahlawan
Tidurlah jalan yang aman
Tanpa ucapan tanpa pikiran

Di sanalah rumahku... sanggar dunia
Dengan pikiran sendiri
Untuk menentukan pilihan
Redakan api
Huuu... huuu... huuu...
Padamlah...


Gala

Cerah nian mimpi di sana
Namun t'lah hilang
Semakin jauh palingkan muka

Dunia nyata gulungan ombak
Sirna tenggelam dan hanyut
Semakin dalam kelam terbenam

Bawalah aku pada terang yang abadi
Ku kubur kenangan
Damailah aku dalam mimpimu kembali
Sadarkan bayangan

Hembuskan satu
Harum lembut bunga bersemi
Datanglah senyuman
Kukubur kenangan
Sadarkan bayangan

Bawalah aku pada terang yang abadi
Ku kubur kenangan
Damailah aku dalam mimpimu kembali
Sadarkan bayangan

Hembuskan satu
Harum lembut bunga bersemi
Datanglah senyuman
Tidurlah tenang
Hias mimpimu benderang

Kaca

Berdiri menghadap kehancuran
Rasa takut itu tak kan pernah ada
Beribu bijak akan kudapat
Menjadikan diri sekuat istananya

Lihat negeri ini
Tak sanggup lagi berdiri
Semua jadi sangsi
Menumpu harap di sini

Tutup jejak saat kita jatuh
Ketakutan diserang dan lalu mati
Berkacalah tertutup hati sendiri

Lihat negeri ini
Tak sanggup lagi berdiri
Semua jadi sangsi
Menumpu harap di sini
Kembalikan hari ini

Senin, 19 Januari 2009

Musik Menyembah Mesin

Tak jauh beda dengan berkarung-karung peristilahan yang simpang-siur dalam vokabulari kita sehari-hari, techno pun merupakan catch-all word yang bisa membingungkan jika hendak dilacak pengertiannya yang definitif. Istilah ini sebetulnya sudah banyak dipakai sebelum munculnya istilah yang lebih baru lagi, ialah electronica, yang mengacu pada jenis-jenis musik elektronik yang kini tampil sebagai arus utama dalam wacana permusikan mutakhir di kalangan anak-anak muda. Betapapun, istilah techno maupun electronica pada umumnya sama-sama dipakai untuk mewakili fenomena musikal yang mengandung sekian karakteristik yang boleh dikatakan sepadan, yakni musik joget (dance music) yang membersitkan kesan futuristik, inhuman, impersonal, betul-betul dikosongkan dari suara-suara alamiah, dan sebaliknya lebih menonjolkan suara-suara hasil rakitan "mesin", a dance-music marries the machine, digitally sampled and triggered from the computer keyboard. Ringkasnya, suatu soundscape yang sepenuhnya bernuansa elektronik.

Yang barangkali luput dari catatan kita adalah bahwa istilah techno itu sebetulnya dicomot dari sebuah buku yang sangat populer di tahun 1980-an, The Third Wave, karya penulis beken, Alfin Toffler. Namun yang mula-mula memopulerkan istilah ini sebagai terminologi musik adalah Richard Davies, seorang kolaborator dari trio disc jockey (DJ) asal Detroit — Juan Atkins, Kevin Saunderson, dan Derrick May. Trio inilah yang konon melahirkan musik techno, jenis musik joget yang agak lain lagi dari jenis-jenis sebelumnya, semisal synth-pop, electropop, hi-N-R-G, house music, industrial music, hip-hop. Setidaknya, jika house music adalah jenis musik joget yang masih "merayakan eksistensi manusia", sementara techno adalah genre yang maunya betul-betul "menyembah mesin". Selain itu, techno juga dicirikan oleh suara bas yang menonjol serta iramanya yang cepat, antara 115 hingga 300 beat per menit, meski yang lazim adalah antara 120-140 beat per menit. Esensi musik techno adalah bahwa musik itu senantiasa mengalami perubahan terus-menerus. Setiap hari gaya yang lebih baru diciptakan. Pelbagai gaya yang telah ada dikombinasikan dengan beraneka cara sehingga lahirlah karya baru. Para DJ mencampur dua track yang berbeda, maka lahirlah lagu baru.

Yang memicu gerakan musik demikian ini, dari sisi teknologinya, tentu saja adalah ditemukannya peranti-peranti canggih seperti synthesizer, sequencer, MIDI (Musical Instrument Digital Interface), dan peralatan-peralatan lain yang berbasis komputer sehingga memungkinkan seorang penggubah musik membikin adonan pelbagai macam suara secara elektronik. Sedangkan jika ditinjau dari semangatnya, yang bisa ditunjuk sebagai biang-keladi gerakan itu agaknya adalah sebuah grup musik legendaris dari Jerman: Kraftwerk.

Kraftwerk: Kami Manusia Robot

Kemunculan Kraftwerk seakan menyeruak dari kekosongan, seolah tanpa preseden. Tidak seperti, katakanlah, Elvis Presley atau The Beatles, yang pada mulanya mengukir popularitas karena memainkan versi mereka sendiri atas jenis musik rhythm-and-blues yang berasal dari masyarakat kulit hitam Amerika, sedangkan Kraftwerk bisa dibilang memainkan versi mereka sendiri berdasarkan suatu gagasan konseptual. Grup musik yang berasal dari Dusseldorf, Jerman, ini mulai beken sejak tahun 1974 dengan release pertama mereka yang menerobos "American Top 40", yang bertajuk "Autobahn". Ciri yang menonjol dari Kraftwerk adalah bahwa mereka berusaha memelopori pergeseran dari musik elektrik dan akustik menuju musik elektronik. Arti penting Kraftwerk terhadap musik joget elektronik kurang-lebih setanding dengan arti penting The Beatles terhadap musik rock.

Dengan upayanya untuk mendehumanisasikan musik sehingga menghasilkan suara-suara yang impersonal, dan dengan para "musisinya" yang lebih suka dianggap sebagai perangkat-perangkat mesin daripada sebagai manusia, karya-karya Kraftwerk boleh dibilang menjadi semacam cetak-biru bagi musik garda depan, purwarupa untuk jenis-jenis musik yang merayakan pergeseran dari suara-suara hasil petikan string gitar dan vokal manusia menuju suara-suara hasil kombinasi setrum. Dalam hal ini, pengaruh Kraftwerk memang tidak terbatas pada musik techno saja, melainkan juga mencakup sejumlah genre musik kontemporer lainnya yang muncul kemudian. Para anggota Kraftwerk bisa diidentikkan dengan para teknisi laboratorium yang berusaha menyintesiskan kode-kode DNA yang kemudian melahirkan rap, disco, electro-funk, new-wave, industrial, dan techno — jenis-jenis musik yang pada dasarnya telah menggusur fokusnya dari instrumen musik konvensional-tradisional menuju kecanggihan teknologi studio selama lebih dari dua dasawarsa belakangan ini.

Para musisi techno biasanya adalah para artis yang reklusif, suka menyembunyikan diri dan enggan dikenali khalayak, demi mengukuhkan citra bahwa musik mereka betul-betul hasil kreasi mesin yang steril dari sentuhan tangan manusia. Dipakailah nama-nama samaran yang membersitkan asosiasi erat dengan kode-kode alfanumerik komputer: Model 500, Altern 8, Program 2, Interactive, SL2, dan sebagainya. Selain itu, seperti tampak dalam acara Tribal Gathering di Luton Hoo Estate, di dekat London, akhir Mei 1997, yang dikunjungi oleh lebih dari 40.000 pecandu joget, para anggota Kraftwerk bahkan tidak muncul di panggung sama sekali ketika menampilkan lagu "We are the Robots". Sebagai pengganti, ditampilkanlah empat buah robot yang telah diprogram untuk melakukan gerak-gerik mekanis sesuai dengan lagunya. Para musisi Kraftwerk pun menolak untuk difoto oleh pers, dan sebagai gantinya mereka telah menyediakan replika diri mereka yang tentu saja berwujud robot. Ralf Hutter, salah satu awak Kraftwerk, bahkan mencita-citakan agar suatu saat, sebagai musisi, ia tidak perlu meninggalkan rumah dan cukup mengirimkan robot-robot untuk melakukan tur musik dan jumpa pers. Ringkasnya, tujuan utama Kraftwerk adalah meleburkan diri sepenuhnya dengan teknologi, berhenti memainkan instrumen, dan membiarkan instrumen itu memainkan dirinya sendiri.

"By living in a machine age," ujar Hutter, "we have become very robotic ourselves. In a sense, we’ve already fused with machines. When we go into our recording studio, we plug in and become part of the machinery ... To us, machines are funky."

Jika punk rock mengajari anak-anak muda bahwa mereka bisa membentuk band musik rock sendiri tanpa perlu keterampilan teknis, Kraftwerk pun menyuarakan pesan do-it-yourself serupa itu, namun secara lebih radikal — bukan hanya musisi yang piawai memainkan alat musik tidak diperlukan lagi, bahkan grup band itu pun tidak perlu. Yang diperlukan hanya mesin!

Kendati demikian, pada akhirnya tidak semua awak Kraftwerk tahan dengan filosofi demikian itu, kecuali Hutter dan Schneider, dua anggota Kraftwerk yang paling menonjol dan paling konsisten. Sedangkan Flur, misalnya, akhirnya tak sanggup lagi menjadi robot, dengan dalih yang mungkin menggelikan, yakni karena waswas jangan-jangan dirinya nanti akan berkarat: "We developed in the end that we were the robots, and I didn’t want to be a robot any longer ... And I could not wait always six or eight years for the next album or tour. If robots stand still, then they get rusty


"New Age"
Selama dasawarsa 80-an, dan terus berlanjut ke tahun 90-an, marak sekali diskursus seputar New Age Movement. Kemarakan diskursus ini, sebenarnya merupakan puncak kontinuitas sejarah. Dulu, akhir dasawarsa 60-an dan memasuki awal tahun 70-an, sudah lahir benih baru New Age yang populer diekspresikan dalam bentuk self-conscious movement.

Sebagai puncak diskursus, wacana New Age kemudian menjadi trend, dan bahkan menjadi the standard vocabulary dalam diskursus masyarakat Barat yang sekuler. New Age pun, lantas menjadi populer, fenomenal, dan tak jarang menjadi komoditas dan produk aktivitas jurnalistik. Betapa gerakan ini menjadi atraksi dari perhatian media massa, dan sebagai akibat logis dari proliferasi informasi. Sehingga, image populer New Age di kalangan outsiders, justru didasarkan pada publikasi media massa ini, yang terkadang sarat sensasi dan kontroversi. Di Amerika Utara, misalnya, sensasi New Age dikenal publik setelah disiarkan via televisi secara miniseri Shirley MacLaine's Out on a Limb, Januari 1987. Pada Desember 1987, Time juga mempublikasikan New Age Harmonies, yang memfokuskan bahasan flashier, aspek substantif dari gerakan New Age. Bahkan, tahun 1968, sudah beredar keras majalah East West Journal yang dikenal luas sebagai majalahnya New Agers. Istilah ini, memang relatif lebih lazim dipakai dalam konteks gerakan New Age, dibanding misalnya istilah New Age Adherents maupun New Age Believers.

"New Age" dalam lintas sejarah

Dalam lintas sejarah, gerakan New Age dapat ditelusuri ke Inggris, sekitar tahun 60-an. Awalnya, terdapat grup kecil yang akrab dipanggil light groups, seperti theosophical dan chanelling groups. Biasa, light groups ini kumpul bersama sambil berdiskusi secara antusias. Topik diskusi pun relatif unik dan langka, karena sifatnya misterius dan sarat prediksi ke depan. Layaknya futurolog, pernah dalam suatu diskusi, mereka memprediksikan kedatangan World Savior. Juru Selamat dunia? Sebagai diskursus intelektual, prediksi World Savior yang digulirkan light groups, sungguh menggiurkan, khususnya buat simpatisan New Age. Cerdiknya, mereka tak sekadar mengandalkan prediksi, tetapi juga jaringan institusi. Sambil merambah masuk ke Amerika dengan menawarkan the spiritual light, mereka pun membangun institusi baru yang mereka namakan: Universal Link. Suatu institusi yang membuat mereka tampak artikulatif dan visioner, "began to articulate the vision of a transformed people and world."

Eksistensi dan ekspansi spiritual mereka makin solid tatkala seorang teosof, intelektual dan spiritualis David Spangler berkunjung ke Inggris, hanya sekadar mengunjungi light groups ini. Tahun 1973, David harus meninggalkan Inggris, karena hendak buru-buru membangun basis teoretis yang tentu saja diharapkan kuat secara epistemologis dalam konteks gerakan New Age. Dan jangan kaget, David Spangler pun sukses mewujudkan impian besarnya. Yakni, meng-cover ide besar "kelahiran New Age." Terbukti, kira-kira tiga tahun kemudian, karya besar Revelation, The Birth of a New Age, (San Francisco-Rainbow Bridge, 1976), meluncur di hadapan publik. Selang delapan tahun, tepatnya 1984, David pun kembali mengulang suksesnya dengan terbitnya, Emergence, The Rebirth of the Sacred, (Detroit: Gale Research Company, 1988). Lewat karya mutakhirnya ini, ia begitu artikulatif mengidentifikasi empat level gerakan New Age.

Pertama, kategori komersial, yang biasa memakai label New Age sebagai marketing ploy, seperti New Age Shoes, atau Food, atau awareness techniques (teknik kesadaran).

Kedua, level New Age yang dikategorikan David Spangler sebagai glamour, biasa terpublikasikan lewat media dan menjelma dalam bentuk "kebudayaan populer." Level ini dilukiskan David Spangler sebagai: populated with strange and exotic beings, masters, adepts, extraterrestrials. It is a place of psychic powers and occult mysteries, of conspiracies and hidden teachings. Namun, tantangan terbesar level ini adalah "rasa keakuan diri" dan cenderung memisahkan diri dari komunitas sosial.

Ketiga, level New Age yang concern pada perubahan, seperti model paradigma perubahan yang dirumuskan Marilyn Ferguson dalam The Aquarian Conspiracy: Personal and Social Transformation in the 1980s (Los Angeles: JP Tarcher, 1980), sebagai: "emerging new forms of government and politics, bussiness, education, gender roles, science, religion, and psychology.

Keempat, level New Age yang secara paradigmatik, ingin mendefinisikan ulang makna "kesucian" dan "mensakralkan kembali bumi, manusia, dan kehidupan sehari-hari." Inilah kategori New Age yang oleh David Spangler dinobatkan sebagai titik awal: fundamentally a spiritual event, the birth of a new consciousness, a new awareness, and experience of life. Karenanya, fokus utamanya adalah transformasi pemikiran dan kehidupan secara global. Ini pula model New Age level ketiga (concerned with change) dan keempat sekaligus, di mana ada konvergensi kultural, spiritual, nilai, dan agenda politik antara pemikiran New Age dengan spiritualitas perempuan.

Visi transformatif "New Age"

Dari lintasan sejarah New Age di atas, tampak obsesi besar yang didambakan New Agers. Meskipun tampil sebagai bagian dari pelopor fenomena gerakan keagamaan-di samping fenomena Cult, Sect, New Religious Movement, dan New Thought yang kesemuanya begitu fenomenal dalam skala global-, New Agers tidaklah bermaksud mendirikan "agama baru." Justru yang menjadi visi sentral New Age adalah apa yang dirumuskan J Gordon Melton dalam Encyclopedic Handbook of Cults in America (New York: Garland Publishing, 1986, hlm. 113), sebagai "one of radical mystical transformation on an individual level." Dan dalam literatur New Age mutakhir, New Religions and the Theological Imagination in America, (Bloomington: Indiana University Press, 1989), Mary Farrell Bednarowski juga sepakat terhadap identifikasi New Age groups yang ditawarkan oleh guru New Age, David Spangler melalui rumusan populernya: "intentional spiritual communities [which] espouse explicitly the idea of an emerging planetary culture based on human transformation."

Pembacaan terhadap alur pikiran J Gordon Melton, Bednarowski, dan David Spangler secara kritis dan umum, dapat ditarik ke satu titik simpul: visi transformasi New Age berpijak dari personal transformation ke arah social transformation. Pada level individu, visinya berlangsung secara personal dan sarat pengalaman mistik. Ini termasuk kebangkitan realitas baru pada diri kita, di mana kita menemukan suatu "psychic abilities, the experience of a physical or psychological healing, the emergence of new potentials within oneself, an intimate experience within community, or the acceptance of a new picture of the universe." Nah, paska personal transformation, visi transformatif New Age berujung pada: "social transformation, social vision of world transformed, a heaven on earth, a society in which the problems of today are overcome and new existence emerges."

Visi transformatif New Age dari personal ke sosial itu, sungguh paralel dengan arus utama kebangkitan spiritual dewasa ini, yang secara epistemologis dimatangkan James Redfield melalui empat karya besarnya sekaligus: The Celestine Prophecy: An Adventure (1993), The Tenth Insight: Holding the Vision, (1996), The Celestine Vision- Living the New Spiritual Awareness (1998), dan The Secret of Shambala (1999). "To change the world, we first had to change our selves," inilah pesan psikologis-spiritual James Redfield yang searah dengan gerakan New Age.

New Agers merasa yakin bahwa dunia ini dapat dirubah dari: "the crisis-ridden, polluted, warlike, and resource-limited world in which we live into a New Age of love, joy, peace, abundance, and harmony." Visi transformatif New Age, memang peka terhadap krisis, sambil mentransformasikan diri menuju idealisasi hidup secara harmonis.

New Agers menilai krisis sebagai akibat dari kesalahan paradigmatik dari pengembangan kebudayaan Barat yang sekuler, justru mengakibatkan malapetaka kemanusiaan. Ilmuwan Wouter J Hanegraaff menyebutnya "a point of extreme danger to humanity and the planet as a whole." Bahkan, posisi kita sekarang ini sudah berada pada suatu kompleksitas krisis. "State of profound, and world-wide crisis," kata Fritjof Capra yang genius itu, melalui karya besarnya The Turning Point: Science, Society, and the Rising Culture, (New York- Bantam Books, 1987).

Krisis multidimensional ini, kata Capra, sudah mengelilingi setiap aspek dalam kehidupan kita: kesehatan, lingkungan, hubungan sosial, ekonomi, teknologi dan politik. Manusia sebagai subjek krisis, mengalami alienasi dan reduksi, dekadensi dan degradasi, sehingga terbiasa dengan tragedi kemanusiaan; kekejaman dan pembunuhan. "It is a crisis of intellectual, moral, and spiritual dimensions," tulis Capra yang sangat mengesankan. Bayangkan, jika Fritjof Capra saja, penulis buku The Tao of Physics yang amat populer di dunia itu, sudah berkesimpulan demikian, apa sikap kita sebagai agamawan? Terpukul? Boleh jadi. Karena, urusan krisis moral dan spiritual itu, sejatinya menjadi tugas utama agamawan? Untuk itu, kita perlu segera berbenah diri: dari krisis menuju harmoni.

Kalangan New Age memakai pisau filsafat perennial sebagai jalan keluar dari krisis moral dan spiritual. Karena, sophia perennis sebagai filsafatnya kalangan New Age, selalu menghidupkan pesan sejati fitrah manusia. Manusia mengalami krisis, karena telah melanggar fitrah asalnya sebagai manusia. Untuk itu, manusia perlu segera menghidupkan kembali fitrah asasinya dalam kehidupan sehari-hari. Fitrah asasi manusia, seperti berkiblat pada keadilan, kebenaran, kebersamaan, toleransi, sikap inklusif di tengah pluralitas, harus menjadi komitmen empiris dalam keseharian hidup manusia. Sayangnya, nilai-nilai asasi fitrah manusia itu, sudah kering dari lingkungan tradisi agama-agama formal. "Such religions are false," kata Hanegraaff melukiskan sikap New Agers yang alergi terhadap agama-agama formal, karena dinilainya cenderung dogmatis, eksklusif, dan eksoteris.

Lantas, apa yang dicari New Agers? Persis seperti yang diproklamirkan futurolog John Naisbitt bersama istrinya, Patricia Aburdene dalam Megatrend 2000. "Spirituality, Yes, Organized Religion, No!", kata Naisbitt melukiskan arah baru kecenderungan New Age. Jadi, New Agers kurang simpatik terhadap orientasi agama formal, tetapi justru enjoy terhadap spiritualitas baru yang lintas agama. Karena, hakikat sejati dari agama-agama, bagi kalangan New Age tidaklah bernilai sektarian, tetapi universal; tidak pula eksklusif, tetapi inklusif; serta tidak juga dogmatis, tetapi bersifat eksperiental. Dan itu hanya diperoleh dalam suatu "pengembaraan spiritual," "Spiritual Adventure" begitu James Redfield menyebutnya dalam novel spiritual The Celestine Prophecy: An Adventure (1993).

Spiritual Adventure ini begitu disukai oleh kalangan New Age, terutama untuk mencerahkan wawasan spiritual yang mendamaikan ketenteraman batin. "Turning to the East," kata teolog Harvard, Harvey Cox melukiskan kegairahan spiritualitas Timur yang diburu New Agers, dalam karya populernya, Turning East: The Promise and Peril of the New Orientalism, (1977).

Kenapa spirituality? Karena, New Agers amat meyakini suatu rumusan metafisik: "Spirituality: The Heart of Religions" (Spiritualitas itu, justru hatinya agama-agama). Spiritualitas itu, kata Brahma Kumeri Sudesh -direktur lebih dari 60 pusat spiritualitas di Inggris, Irlandia dan Jerman, adalah kebenaran, damai, cinta kasih, kesucian, kebahagian dan kekuatan di dalam kehidupan. Inilah nilai-nilai spiritualitas baru yang diburu kalangan New Age. "Towards genuine spiritual insight," kata penganut setia gerakan New Age.

Wawasan spiritual yang tulen dan otentik ini, memang digandrungi kalangan New Age, yang ekspresinya diperagakan dalam beragam bentuk: mulai dari meditation, prayer, dzikr, spiritual healing, the sufi healing, sports, and sacred sites. Ini fenomena global, hampir di seluruh belahan dunia: Amerika, Jerman, Eropa Barat, Inggris, Selandia Baru, India dan seterusnya, yang menjadi pusat kegairahan spiritualitas kalangan New Age. Dan jangan kaget, kadang hidup mereka justru menjadi spiritualis, hanya karena membaca buku-buku spiritualitas baru.

Dan uniknya, buku-buku sains modern pun, yang dulu cara pandangnya rasional dan sekuler, sekarang mulai mempertimbangkan wawasan mistik-spiritual. Inilah yang fenomenal di kalangan New Age: titik temu sains modern dengan mistik-spiritual. Namun, ada satu lagi yang jauh lebih fenomenal. Yakni, bangkitnya kesadaran baru dalam fisika, yang ditandai dengan maraknya diskursus New Physics. Ini sudah diartikulasikan secara cerdas oleh fisikawan besar, Fritjof Capra, lewat The Tao of Physics, (1975). Karya ini, mampu menjadikannya sebagai sumber inspirasi dalam pengembangan paradigma holistik dalam fisika yang mengeksplorasi kesejajaran antara fisika modern dengan mistik-spiritual Timur.

Semua itu tidak sekadar sinyal, tetapi juga bukti bahwa manusia era milenium baru sangat mendambakan suatu genuine spiritual insight. Suatu wawasan spiritual yang tulen dan otentik, mencerahkan, sekaligus juga mendamaikan batin. Diri kita seakan-akan menemukan kembali-apa yang ramai disebut-sebut oleh kalangan New Age-sebagai The Universal Harmony. Benarkah? Wallahu A'lam Bishawab.






Minggu, 18 Januari 2009

SHOEGAZE?

Satu pertanyaan di otak saya dari dulu, sebenarnya SHOEGAZE itu sebuah aliran atau bukan sih? Banyak orang bilang shoegaze itu sebuah aliran, tapi ada juga yang bilang shoegaze itu hanya sebuah istilah. Lalu apa sebenarnya shoegaze itu?

Yang saya dapat dari teman-teman saya, shoegaze itu berasal dari kata sepatu. Jadi menurut mereka, band-band yang bisa dibilang shoegaze adalah band yang pada saat perform mereka selalu melihat ke bawah ke arah sepatu mereka. Yah itu memang masuk akal, memang banyak yang berkata begitu. Contohnya di Indonesia atau khususnya di Bandung mungkin, THE MILO. Band itu adalah band yang setiap manggung biasanya adem ayem, dan selalu melihat ke arah sepatu mereka. Lagu shoegaze biasanya down beat, banyak orang bilang “bikin ngantuk”. Karena memang lagunya yang sangat pelan sekali, jadi kebanyakan orang bilang “kalau dengerin shoegaze itu ngantuk ah!”. Atau mungkin shoegaze biasa diidentikkan dengan suasa ‘galau’. Yah entahlah apa itu shoegaze, yang saya utarakan diatas hanya selintas-selintas yang saya tahu tentang shoegaze dari perbincangan-perbincangan saya bersama teman saya.

Sementara teman saya yang sangat menyukai shogaze berkata, kalau shoegaze itu benar-benar sebuah aliran. Setelah saya mencari dalam google, yang saya dapat musik shoegaze itu berawal dari musik-musik indie rock, lalu berbuah lagi menjadi shoegaze. Jadi situs tersebut mengatakan bahwa shoegaze memanglah sebuah aliran. Band-band shogaze yang saya tahu seperti mogwai, atau mungkin yang cukup dikenal yaitu my bloody valentine. Lagu-lagu yang mereka bawakan memang cukup membuat mata mengantuk, atau mungkin jenuh. Seperti contohnya mogwai, musik mereka hanyalah musik instrumental yang dilengkapi distorsi-distorsi dan noise-noise pada gitar. Lagu mereka sangatlah pelan, tapi kadang di tengah-tengah lagu ada saatnya mereka membawa adrenalin kita naik, yah kalau dalam emosi mungkin bisa dikatakan sebagai puncak emosi. Judul-judl lagu mereka juga rata-rata bertemakan kesedihan atau ke’galau’an.

Tapi saya juga tahu dari teman saya, dia membaca buku yang berjudulkan “shoegaze”. Disana diterangkan bahwa shoegaze bukanlah sebuah aliran lagu, melainkan hanyalah sebuah istilah. Benar katanya yang shoegaze itu berasal dari kata sepatu. Jadi dalam buku itu diterangkan bahwa shoegaze itu sebuah istilah untuk suasana-suasana gelap, ‘galau’, dan sebagainya. Buku itu menyebutkan untuk aliran sendiri mungkin musik post-rock bisa dikatakan musik shoegaze. Yah yang dibilang musik post rock itu yang seperti mogwai, explotions in the sky, jesu, dan lain-lain.

Jadi sampai sekarang pun saya tidak tahu pasti apa itu shoegaze. Yang bisa saya tangkap mungkin, shoegaze memang sebuah istilah, dan yang masuk dalam kategori shoegaze itu adalah musik-musik beraliran post rock, yang seperti mogwai, explotions in the sky, jesu, dan lain-lain. Maka banyak orang mengatakan kalau mogwai itu shoegaze! Haha itu cuma kesimpulan ngga jelas yang keluar dari otak saya yang mini ini. Kalau ada yang tahu
apapun tentang
shoegaze, kasih tau saya ya!